Wartajakarta.id – Tiongkok menghadapi situasi darurat di mana kasus Covid-19 kembali menjangkiti warga. Krematorium khusus Covid-19 dilaporkan penuh jenazah. Para ahli memperkirakan sebanyak 250 juta sudah menulari warga dan terjadi bulan Desember ini.
“Tiongkok kemungkinan akan menyaksikan tsunami kasus di tengah lonjakan Covid,” kata para ahli seperti dilansir dari Times Of India, Minggu (25/12).
Para ahli memperkirakan sebanyak 250 juta orang di Tiongkok mungkin terinfeksi oleh Covid-19 hanya dalam 20 hari setelah berakhirnya aturan kebijakan Nol Covid. Menurut radio Free Asia mengutip bocoran dokumen pemerintah yang beredar di media sosial, sekitar 248 juta orang di Tiongkok terinfeksi sejak 1 hingga 20 Desember.
Menurut Radio Free Asia, data kasus Covid yang dirilis pejabat pemerintah pada 20 Desember berbeda dengan proyeksi. Bahkan data menunjukkan ada hampir 37 juta infeksi baru pada hari Selasa pekan depan.
Subvarian BF.7 Jadi Ancaman
Lonjakan kasus di Tiongkok saat ini didorong oleh subvarian BF.7 Omicron yang sangat menular. Subvarian ini menimbulkan risiko besar bagi negara yang masih rendah cakupan vaksinasinya.
Menurut sebuah laporan di South China Morning Post (SCMP), BF.7 sejauh ini merupakan varian yang paling menular dengan jumlah reproduksi antara 10 hingga 18,6 di Beijing. Jika dibandingkan, jumlah varian Delta yang dominan tahun lalu adalah 5 sampai 6.
Para ahli memperkirakan akan terjadi 1-2 juta kematian tahun depan. Perusahaan data kesehatan yang berbasis di Inggris, Airfinity, mengatakan bahwa infeksi di Tiongkok kemungkinan lebih dari satu juta sehari dengan kematian lebih dari 5 ribu sehari.
Kasus saat ini meningkat jauh lebih cepat di Beijing dan Guangdong. Model Airfinity memperkirakan tingkat kasus dapat mencapai 3,7 juta sehari pada puncak Januari dan 4,2 juta sehari pada Maret 2023.
“Tiongkok telah menghentikan pengujian massal dan tidak lagi melaporkan kasus tanpa gejala. Kombinasi ini berarti data resmi tidak mungkin menjadi cerminan sebenarnya dari kondisi di seluruh negeri,” kata Kepala Vaksin dan Epidemiologi Airfinity dr Louise Blair.
(jp)