Tak mudah untuk mengenali ciri fisik pengguna ganja. Akan tetapi, pada pengguna berat atau yang ingin berhenti total memakai ganja, biasanya akan muncul sakau sebelum akhirnya tubuh benar-benar bersih dari ketergantungan mariyuana.
Apa itu sakau ganja?
Ganja adalah salah satu jenis narkotika yang populer di Indonesia. Tanaman yang punya nama ilmiah Cannabis sativa ini juga memiliki sebutan lain, seperti mariyuana atau cimeng.
Menurut data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), ada sekitar 3,41 juta jiwa (1,8%) dari total penduduk di Indonesia yang terlibat penyalahgunaan narkoba pada 2018.
Meski dianggap lebih “ringan” dari narkotika lain, ganja tetap bisa menimbulkan kecanduan bila digunakan dalam jumlah banyak dan periode yang cukup lama.
Bahkan, pengguna narkotika ini juga bisa mengalami gejala sakau ganja pada tahapan tertentu.
Sakau/sakaw alias gejala putus obat ialah kondisi yang terjadi saat seseorang berhenti memakai obat atau zat secara mendadak maupun saat menurunkan dosis secara drastis.
Setidaknya 50% pengguna ganja dalam jangka panjang akan mengalami gejala sakau. Ini lantaran bahan aktif dalam ganja, yakni delta-9-tetrahydrocannabinol (THC), berdampak langsung pada otak.
Seiring waktu, otak akan bergantung pada ganja supaya tetap berfungsi normal. Tingkat keparahan dan durasi sakau ganja dipengaruhi oleh seberapa parah ketergantungan seseorang.
Beberapa faktor yang memengaruhi keparahan sakau akibat cimeng, antara lain:
- jangka waktu penggunaan ganja,
- cara penggunaan ganja (dihirup dengan hidung, dijadikan rokok, atau ditelan),
- dosis setiap kali menggunakan ganja,
- riwayat keluarga dan genetik, hingga
- faktor kesehatan medis dan jiwa.
https://hellosehat.com/mental/kecanduan/apa-yang-terjadi-jika-mengisap-ganja-dalam-jangka-panjang/
Ciri fisik dan mental pengguna ganja
Orang yang sedang mengalami sakau ganja atau cimeng biasanya mengalami gabungan gejala fisik dan emosional yang bisa diamati oleh orang-orang di sekitarnya.
Adapun, beberapa ciri fisik yang mungkin ditimbulkan oleh pengguna ganja, meliputi:
- mual,
- sakit perut,
- berkeringat,
- panas dingin,
- demam,
- gemetaran,
- koordinasi otot buruk,
- reaksi lambat, dan
- mata merah.
Sementara itu, ciri emosional yang biasanya terjadi saat seseorang mengalami sakau ganja, meliputi:
- mudah marah,
- cemas dan gugup,
- depresi,
- gelisah,
- perubahan suasana hati (mood swing),
- nafsu makan berkurang,
- berat badan menurun drastis, dan
- perubahan pola tidur, seperti insomnia, terbangun tengah malam, atau mimpi buruk.
Gejala sakau mariyuana dimulai pada hari pertama setelah berhenti, kemudian akan memuncak dalam 48–72 jam. Gangguan tidur biasanya bertahan lebih dari 30 hari.
Umumnya, sakau ganja tidak terlalu mengancam jiwa. Hal ini karena intensitas gejalanya yang lebih ringan daripada narkotika kelas berat, seperti heroin atau kokain.
Meski begitu, gejala sakau dapat membuat penggunanya rentan menggunakan ganja kembali.
Ciri fisik pengguna ganja meliputi koordinasi otot yang buruk, reaksi lambat, mata merah, perubahan suasana hati, panik, kecemasan, dan halusinasi tiba-tiba. Dikutip dari American Addiction Centers, ganja juga bisa meninggalkan bau khas pada pakaian dan rambut saat dipakai dengan cara diisap dalam bentuk rokok.
Cara mengatasi sakau ganja dengan benar
Beberapa orang dengan kecanduan ganja ringan bisa berhenti dengan sendirinya. Ini karena gejala sakau bisa menghilang sendiri seiring waktu.
Akan tetapi, pengguna kronis dengan kecanduan psikologis yang kuat mungkin memerlukan bantuan fasilitas rehabilitasi narkoba untuk mencapai kesadaran penuh.
Tidur malam yang sehat bisa menjadi salah satu faktor penting dalam kesuksesan pembersihan tubuh (detoksifikasi) dari ganja. Awalnya mungkin terasa berat, sebab sulit tidur merupakan salah satu ciri fisik pengguna ganja.
Beberapa cara yang bisa Anda lakukan antara lain menyiapkan tempat tidur yang bersih dan nyaman, menghindari kafein pada malam hari, dan tidak bermain ponsel sebelum tidur.
Jika Anda berusaha berhenti memakai ganja, kurangilah sedikit demi sedikit, bukan langsung berhenti total. Kurangi dosis dan frekuensi pemakaian selama periode tertentu.
Mengurangi dosis ganja secara bertahap membantu otak menyesuaikan diri dengan kadar THC secara bertahap. Ini membuat gejala sakau lebih mudah untuk dikendalikan.