Wartajakarta.id – Satu per satu fakta terkait tragedi perayaan Halloween di Itaewon, Korsel, terungkap. Polisi baru tiba di lokasi kejadian 85 menit pascainsiden pada Sabtu (29/10) malam itu. Tim dari Badan Kepolisian Metropolitan Seoul (SMPA) yang dikerahkan juga minim, hanya lima orang.
Berdasar data yang disampaikan SMPA kepada tokoh oposisi Partai Demokrat Lee Tae-won , Minggu (6/11), terungkap bahwa polisi baru tiba di lokasi pukul 23.40. Padahal, panggilan pertama ke saluran darurat polisi 112 yang menyatakan ada kasus orang berdesakan hingga terinjak di Itaewon tercatat pukul 22.15. Saat itu mereka ditugaskan Kepala Kantor Polisi Yongsan Lee Im-jae. Dia kini diberhentikan sementara dari jabatannya.
Tim penyelidik independen mengungkapkan bahwa Im-jae sedang makan malam dengan beberapa polisi lainnya ketika diberi tahu tentang situasi di Itaewon pukul 21.30. Dia tiba di kantor cabang kepolisian Noksapyeong sekitar pukul 22.00. Dari kantor polisi tersebut ke lokasi kejadian hanya sekitar 10 menit jalan kaki. Namun, Im-jae bersikukuh naik mobil dan tiba pukul 23.05 alias 50 menit setelah kejadian. Mobilnya mengambil jalan memutar dari stasiun kereta bawah tanah untuk mendekati tempat kejadian.
Dilansir The Korea Times, Kepala Polisi SMPA Kim Kwang-ho baru mendapatkan pengarahan dari Im-jae pukul 23.36. Karena itulah, penugasan tim pertama baru dilakukan pukul 23.40. Tujuh unit lainnya datang berturut-turut hingga Minggu (30/10) pukul 01.12 dini hari.
Tim independen saat ini juga menyelidiki dugaan penghapusan data laporan internal di Kantor Polisi Yongsan. Data itu terkait kemungkinan insiden keselamatan selama periode perayaan Halloween.
Sebelum tragedi Itaewon, peristiwa tenggelamnya kapal feri Sewol pada 2014 juga memunculkan korban dalam jumlah besar. Sebanyak 299 awak kapal tewas. Setelah insiden tersebut, dibuat jaringan komunikasi yang diberi nama jejaring keamanan Korea pada 2021.
Pemerintah mengucurkan KRW 1,5 miliar (Rp 16,8 miliar) untuk membuat jaringan tunggal yang memungkinkan komunikasi real time alias saat itu juga antara delapan lembaga terkait bencana. Di antaranya, polisi, pemadam kebakaran, militer, dan badan pemerintah lainnya. Tujuannya, mengoordinasikan respons cepat untuk kecelakaan dan bencana.
’’Secara teknis, setiap agensi yang termasuk dalam jaringan dapat melakukan panggilan telepon dengan menekan sebuah tombol, tetapi sistem tersebut tidak digunakan dengan baik kali ini,’’ ujar Kim Seong-ho, salah seorang pejabat senior di Kementerian Dalam Negeri Korsel.
Panggilan pertama ke 112 yang meminta polisi untuk mengendalikan kerumunan di Itaewon mulai masuk pada pukul 18.34. Total ada 11 panggilan. Namun, panggilan pertama melalui jejaring keamanan Korea baru dilakukan pukul 23.41.
’’Sangat disesalkan bahwa sistem yang efisien seperti itu tidak digunakan secara efektif pada saat bencana. Harus ada investigasi atas hal ini,’’ ujar Menteri Koordinasi Kebijakan Pemerintah Bang Moon-kyu.
Badan Pemadam Kebakaran Nasional mengklaim bahwa polisi tidak memberikan respons yang cukup dalam menangani situasi darurat. Padahal, mereka sudah menelepon 15 kali ke Badan Kepolisian Nasional (NPA), SMPA, dan Kantor Polisi Yongsan sejak pukul 22.18. Mereka meminta lebih banyak polisi yang dikerahkan ke Itaewon. Namun, aparat penegak hukum tidak segera merespons.
Para petinggi polisi sedang tidak siap ketika insiden terjadi. Jika Im-jae sedang makan-makan, Komisioner NPA Yoon Hee-keun sedang berada di area perkemahan Jecheon yang berjarak 120 kilometer dari Seoul. Dia memang sedang tidak bertugas dan ketiduran. Dia sulit dihubungi dan baru merespons telepon pukul 00.14 keesokan harinya. Inspektur Ryu Mi-jin yang bertanggung jawab atas ruang pemantauan situasi SMPA pada saat kejadian juga tidak berada di tempat.
Terpisah, pada Sabtu (5/11) malam, ribuan penduduk Korsel menggelar aksi damai di dekat Balai Kota Seoul. Itu dilakukan untuk memperingati meninggalnya 156 orang dalam tragedi di Itaewon. Para pemimpin Kristen dan Buddha berbicara di atas panggung menuntut Presiden Yoon Suk-yeol mundur.
’’Ini seharusnya bisa dicegah, tapi negara tidak hadir di sana. Mereka seharusnya bisa diselamatkan, Yoon Suk-yeol harus bertanggung jawab,’’ ujar massa dalam aksi serupa di lokasi lain seperti dikutip The Guardian.
(jp)