Pembunuh Tyre Nichols Dipecat dan Diadili, Unit Khusus SCORPION Dibubarkan
Wartajakarta.id – “Kami lelah dibunuh, dipukuli, dan dikejar.” Kalimat itu dilontarkan Rabbi Michael Ben Yosef, salah seorang peserta aksi turun ke jalan di Chicago, Amerika Serikat.
Ribuan penduduk Negeri Paman Sam tersebut di berbagai kota berdemo menuntut keadilan untuk Tyre Nichols.
Pemuda kulit hitam itu tewas di tangan polisi unit khusus Memphis, Tennessee, AS. Padahal, saat kejadian, dia tak melakukan kejahatan apa pun.
Massa yang didominasi warga kulit hitam memadati jalanan sejak Jumat (27/1) pasca perilisan video pemukulan terhadap Nichols. Itu mengingatkan kembali pada masifnya gerakan Black Lives Matter setelah kematian George Floyd di Minneapolis, juga akibat kebrutalan polisi pada Mei 2020.
Hingga kemarin (29/1), jumlah demonstran terus bertambah. Mereka menuntut agar petugas yang terlibat mendapatkan balasan setimpal atas perbuatan mereka.
Kemarahan penduduk kulit hitam bukan tanpa alasan. Orang kulit putih memang lebih banyak yang menjadi korban tewas karena peluru polisi. Tapi, karena jumlah warga kulit hitam hanya sedikit, persentase mereka jadi lebih tinggi. Orang kulit hitam berpeluang ditembak 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan warga kulit putih.
Profesor di Sekolah Hukum Elisabeth Haub Randolph McLaughlin menegaskan bahwa kebrutalan polisi dan tindakan tidak manusiawi mereka terhadap Nichols sangat mengejutkan. Dalam video yang dirilis polisi, tampak Nichols dipukuli dan ditendangi beberapa petugas seperti layaknya sebuah bola.
’’Dia bahkan bukan manusia bagi mereka (polisi, Red). Seolah-olah mereka baru saja pergi dan memainkan pertandingan bisbol dan berbicara tentang apa yang terjadi sesudahnya. Sama sekali tidak ada alasan untuk tindakan ini,’’ ujar pria yang juga menjabat wakil ketua praktik hak-hak sipil Newman Ferrara seperti dikutip The Guardian itu.
Presiden AS Joe Biden menyebut video yang mengungkapkan pemukulan Nichols adalah hal mengerikan.
Menurut dia, itu adalah pengingat menyakitkan dari ketakutan yang dihadapi orang kulit hitam dan cokelat di AS secara terus-menerus. Dia meminta agar aksi demo berlangsung damai.
Kejadian memilukan pada Nichols terjadi 7 Januari lalu. Saat itu pria 29 tahun tersebut dalam perjalanan pulang setelah memotret matahari tenggelam. Di lampu merah, dia dipaksa turun dari mobilnya dan diminta tengkurap.
Tembakan kejut diarahkan kepadanya. Nichols yang ketakutan akhirnya berusaha lari. Dia berhasil ditangkap dan disemprot dengan semprotan merica. Kaget dan perih, dia tidak sengaja memukul salah seorang petugas.
Polisi yang terpukul itu berang dan memukul serta menendangnya bersama dengan empat polisi lainnya. Kelima polisi di lokasi berkulit hitam. Mereka juga memukuli Nichols dengan tongkat beberapa kali hingga kondisinya memburuk. Pascainsiden, lima polisi itu membicarakan kejadian tersebut di samping Nichols yang terbaring lemah.
Nichols dibiarkan tergeletak selama 20 menit sebelum akhirnya dipanggilkan ambulans. Ayah satu anak yang berasal dari Sacramento, California, itu meninggal tiga hari kemudian. Badan Penyelidikan Tennessee memastikan bahwa dia meninggal akibat luka-lukanya. Putra Nichols masih berusia 4 tahun.
Departemen Kepolisian Memphis yang ditekan banyak pihak akhirnya membubarkan unit khusus SCORPION. Kelima petugas yang memukuli Nichols adalah anggota unit yang memiliki kepanjangan Street Crimes Operation to Restore Peace in Our Neighborhoods (Operasi Kejahatan Jalanan untuk Memulihkan Kedamaian di Lingkungan Kita) itu.
Lima petugas yang terlibat, yaitu Tadarrius Bean, Demetrius Haley, Desmond Mills Jr, Emmitt Martin III, dan Justin Smith, sudah dipecat 20 Januari lalu. Sehari sebelum video pemukulan Nichols dirilis, kelima pelaku didakwa dengan pembunuhan tingkat dua, penyerangan yang diperparah, penculikan yang diperparah, serta pelanggaran dan penindasan saat dinas.
(jp)