Wartajakarta.id-Minggu 4 Desember pagi, awal musim dingin. Wajah cerah dan senyum lebar terlihat di wajah ratusan warga Indonesia di Inggris. Mereka berkumpul di bangunan dua lantai bercat putih di kawasan Neasden, tak jauh dari Stadion Wembley.
Warga Indonesia berkumpul untuk menghadiri syukuran panitia dari yayasan Indonesian Islamic Centre (IIC). Sebab, IIC berhasil membeli bangunan bekas gereja yang dialihfungsikan menjadi masjid. Ini adalah masjid pertama Indonesia di tanah Inggris Raya.
Mimpi dan ikhtiar yang dirintis sejak 1990-an akhirnya terwujud. “Saya masih ingat, ikhtiar untuk mendirikan masjid warga Indonesia di Inggris dicetuskan secara formal pada Januari 1996,” ungkap Memet Purnama Hasan, kepala wali amanat IIC dikutip dari siaran pers yang diterima Wartajakarta.id, .
Dari sini, sejumlah warga berinisiatif mendirikan yayasan dan kepanitiaan. Dari berbagai penggalangan dana, terkumpul uang untuk membeli rumah yang difungsikan sebagai pusat kegiatan keagamaan.
Namun seiring dengan bertambahnya jumlah warga Indonesia dan makin semaraknya berbagai kegiatan, rumah tersebut tidak lagi memadai untuk menjadi pusat kegiatan keagamaan.
Di sisi lain, Memet dan beberapa warga lain juga merasa ada kebutuhan yang makin mendesak untuk memiliki masjid yang benar-benar dijalankan oleh warga Indonesia di Inggris.
“Kami melihat di Inggris ini, ada masjid yang didirikan oleh komunitas Bangladesh, Pakistan, Turki, dan dari beberapa negara lain. Sementara, warga Indonesia, yang diketahui sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, tidak memiliki masjid di Inggris,” kata Memet yang sudah menetap di London selama puluhan tahun ini.
Momentum untuk mempergencar pembangunan masjid Indonesia di Inggris datang ketika IIC memutuskan untuk menyegarkan kepanitiaan.
Eko Kurniawan diminta untuk menjadi panitia pendirian masjid. Bersama sejumlah warga dan mahasiswa Indonesia, dia mengusulkan cara-cara baru untuk menggalang dana. Intinya, memanfaatkan semua saluran, baik tradisional maupun digital untuk menambah kas.
“Penambahan terbesar berasal dari kanal-kanal digital. Kami menggelar beberapa acara online dan dari situ dana yang kami kumpulkan bertambah secara signifikan,“ kata Eko.
Panitia di antaranya menggelar acara online seperti tablig akbar bersama Ustaz Abdullah Gymnastiar, Ustaz Adi Hidayat, lelang sepeda Brompton edisi Merah Putih yang disumbangkan langsung oleh CEO Brompton Will Butler-Adams. Selain itu ada Wakaf Mozaik dan Wakaf Gotong Royong. Di luar itu ada acara offline seperti bersepeda untuk masjid Indonesia dan penggalangan dana melalui platform Kita Bisa.
“Yang membuat kami terharu adalah banyak sekali donatur yang menyumbang mulai dari ribuan hingga jutaan rupiah. Dari yang nilainya kecil sampai besar. Tetapi selalu ada tambahan doa,” kata Memet.
“Misalnya, ‘Kami menyumbang Rp10.000. Semoga segera terwujud, semoga suatu saat nanti bisa mampir di masjid ini.’ Sumbangan dan doa tersebut berasal dari Aceh hingga ke Papua, juga dari sejumlah negara. Jumlahnya sangat banyak. Ini membuat kami terharu dan juga membuat kami makin termotivasi untuk menyegerakan pendirian masjid,” tambah Memet.
Hingga pertengahan 2022, panitia memiliki dana sekitar GBP 1,7 juta sekitar Rp 32,481 miliar.
Pencarian bangunan untuk menjadi masjid Indonesia pun makin intens. Ada beberapa bangunan yang diincar, tetapi pembelian gagal dituntaskan karena kalah penawaran.
“Memang tidak mudah dan banyak liku-likunya. Alhamdulillah kami akhirnya bisa mendapatkan masjid yang di Neasden ini,” kata Berry Natalegawa, anggota panitia yang bertanggung untuk mendapatkan properti.
Dia menjelaskan bangunan yang akhirnya dibeli ini sangat ideal. “Bangunan sudah memiliki izin untuk menjadi pusat kegiatan keagamaan, tidak jauh dari pusat kota, dan mudah dijangkau dengan moda transportasi oleh masyarakat yang tersebar di berbagai penjuru di Kota London,” kata Berry.
Pada akhir November 2022, beberapa pengurus yayasan IIC menandatangani dokumen jual beli bangunan GBP 1,44 juta atau sekitar Rp 27,2 miliar. “Masih ada dana sekitar GBP 350.000 (Rp 6,6 miliar) di kas kami, yang akan dimanfaatkan untuk merenovasi, sehingga nantinya terlihat dan terasa seperti masjid yang sebenarnya,” kata Eko Kurniawan.
“Kami ingin masjid ini menjadi representasi Muslim Indonesia yang teduh, yang moderat di kota kosmolitan seperti London,” timpal Memet.
Acara syukuran juga dihadiri oleh Duta Besar Indonesia untuk Inggris Raya, Republik Irlandia, dan Organisasi Maritim Internasional, Desra Percaya. Desra memang terlibat penuh dalam proses pendirian masjid sejak menjabat sebagai orang nomor satu di perwakilan RI di London.
Dalam sambutannya, Desra memberikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada IIC, panitia pembangunan masjid, dan seluruh warga Indonesia di Inggris yang bekerja bersama-sama dengan ikhlas dan sabar.
“Pada akhirnya kesabaran ini memberikan hasil yang menggembirakan dengan berdirinya masjid Indonesia pertama di London,” kata Desra.
Dia juga mengingatkan kepada IIC untuk membuat tata kelola yang baik agar masjid ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan umat.
Bagi warga London, Elvi Ibrahim, momen syukuran patut dirayakan karena menandai kerja keras masyarakat Indonesia sejak tahun 1990-an.
“Saat itu, kami dan beberapa warga Indonesia lain memulai penggalangan dana untuk mendirikan masjid Indonesia. Perjalanan yang sungguh panjang. Hampir 30 tahun, yang berawal dari penggalangan dana kecil-kecilan pada satu bulan Ramadan saat salat Tarawih pada 1990-an. Alhamdulillah sekarang bisa terwujud,” kata Elvi.
Pembenahan langsung dilakukan begitu kunci gedung didapat menyusul serah terima kontrak jual beli pada akhir November. Yang tampak mencolok tentu saja bangunan bercat putih di ujung Clifford Way, North London, yang kosong selama beberapa tahun terakhir.
Bangunan yang seperti tidak berpenghuni itu terlihat jauh lebih semarak. Lampu terang menyala pada malam hari dan terdengar suara azan dari aula utama.
Jumlah masjid di London bertambah satu pada bulan Desember dan masjid tersebut hasil perjuangan panjang warga Indonesia selama hampir tiga dasawarsa.
(jp)