Wartajakarta.id – Perebutan kursi perdana menteri (PM) Malaysia bakal ketat. Tahun ini, untuk kali pertama dalam sejarah pemilu di negeri jiran tersebut, ada empat kandidat yang dianggap sama-sama memiliki peluang.
Selama ini, pemilu Malaysia diwarnai persaingan dua kandidat. Mereka mewakili kubu pemerintahan dan oposisi. Di pemilu ke-15 kali ini, ada tiga kandidat yang digadang-gadang kuat.
Mereka adalah Anwar Ibrahim dari koalisi Pakatan Harapan (PH), Muhyiddin Yassin dari koalisi Perikatan Nasional (PN), dan Ismail Sabri Yaakob dari koalisi Barisan Nasional (BN). Namun, ada satu tokoh lain yang layak dianggap sebagai kuda hitam. Yakni, Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi.
Sebagai ketua partai terbesar dan terlama di Malaysia, Zahid selalu dianggap sebagai calon PM meskipun ada sosok Ismail yang berstatus incumbent. Berdasar survei yang digelar Ilham Centre, tokoh UMNO itu meraih dukungan tertinggi dari penduduk untuk menjadi PM.
Di sisi lain, Zahid berhasil bertahan sebagai ketua UMNO selama 4 tahun meski diterpa badai masalah. Sebut saja pembelahan internal partainya dalam beberapa faksi, termasuk menghadapi tuduhan korupsi di pengadilan. Namun, hal itu tak menutup keinginan Zahid untuk maju sebagai PM.
Saat ini Zahid dikabarkan melakukan safari ke beberapa negara bagian untuk memberikan surat mandat kepada kandidat BN guna mengikuti pemilu. Tapi, surat mandat itu ada syaratnya. Mereka harus menandatangani janji setia dan sebagai balasan memberinya mandat sebagai PM untuk membentuk pemerintahan. Itu jika koalisi BN menang dalam pemilu 19 November mendatang.
Sumber yang memberikan informasi itu juga menyatakan bahwa calon kandidat BN diminta mendukung Zahid untuk bernegosiasi dengan parpol lain dan menunjuk jajaran kabinet dari anggota parlemen pilihannya. Namun, hal itu dibantah Zahid.
”Itu bohong,” kata Zahid, seperti dikutip Malay Mail. Politikus 69 tahun tersebut memberikan bantahan di kompleks pengadilan Kuala Lumpur, Selasa (1/11). Dia tengah diadili atas 47 tuduhan korupsi, pelanggaran kepercayaan, dan pencucian uang.
Pemilu kali ini diperkirakan juga menjadi medan pertempuran terakhir bagi Anwar Ibrahim untuk menjadi PM. Dia digadang-gadang menduduki posisi itu sejak 1993, tapi selalu saja terganjal isu. Yakni, kasus korupsi dan sodomi yang membuatnya mendekam di balik jeruji besi.
Dalam pemilu ke-14 lalu, Anwar sudah begitu dekat dengan kursi PM. Koalisi PH menang. Sayang, dia berbagi kekuasaan dengan orang yang salah. Berdasar kesepakatan, Mahathir Mohamad yang kala itu bergabung dengan PH bakal menjabat PM selama dua tahun. Anwar tidak bisa langsung menjadi PM karena masih dipenjara.
Namun, begitu dia bebas dan 2 tahun telah terlewati, Mahathir enggan turun dari kursinya. Mahathir bermanuver dengan membubarkan pemerintahan. Alhasil, selama 4 tahun terakhir, Malaysia sudah tiga kali berganti PM.
Belakangan, beredar spekulasi bahwa Anwar melakukan pembicaraan rahasia dengan Zahid. Mereka bernegosiasi untuk membentuk aliansi pascapemilu. Dengan begitu, PH dan BN bakal bersatu untuk membentuk pemerintahan. Namun, hal itu dibantah Wakil Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) Rafizi Ramli. PKR merupakan partai terbesar di koalisi PH.
”Saya ingin menegaskan kepada pendukung PH dan para pemilih lainnya bahwa saya akan menjadi orang pertama yang menentang negosiasi apa pun untuk bekerja sama dengan UMNO,” ujar Rafizi, seperti dikutip Free Malaysia Today.
Momen pemilu memunculkan semangat para penduduk. Warga Malaysia di Singapura mulai bersiap mudik. Perusahaan-perusahaan di Singapura mendukung para pegawainya yang berasal dari Malaysia untuk meminta jatah libur guna memberikan hak suara. Dilansir Channel News Asia, pada 2020 tercatat ada sekitar 1 juta warga Malaysia yang bekerja dan tinggal di Negeri Merlion.
”Selain memenuhi tanggung jawab saya sebagai warga negara Malaysia, ini juga kesempatan untuk bertemu saudara-saudara saya,” ucap Valerie Ng yang berhasil mendapat tiket bus untuk pulang ke Melaka.
(jp)