Wartajakarta.id – Covid-19 varian Omicron belum berhenti bermutasi. Terakhir yang menyebabkan lonjakan kasus di AS dan Tiongkok adalah varian BF.7 dan XBB.1.5. Pengawasan genom sangat penting untuk melacak varian yang menjadi perhatian berikutnya, meski kini sejumlah negara mulai mengurangi tes dan melakukan surveilans. Padahal, kasus ledakan Covid di Tiongkok dapat memunculkan risiko varian baru.
Masyarakat Tiongkok mendapatkan kekebalan alami saat ini jika terinfeksi Covid selain dari vaksinasi. Tetap penting untuk melacak varian, namun para ilmuwan mempertanyakan seberapa cepat varian berikutnya akan terdeteksi karena banyak negara menghentikan upaya pengawasan.
Ketika Tiongkok tiba-tiba mencabut kebijakan nol-Covid pada Desember 2022, ledakan kasus muncul. Mungkinkah memicu varian baru?
“Dalam keadaan seperti itu, kemunculan varian baru yang berbahaya tidak mungkin terjadi,” kata ahli epidemiologi Jodie McVernon di Doherty Institute di Melbourne, Australia seperti dilansir dari Nature, Kamis (26/1).
Hanya saja, para ahli tetap waspada. Tiongkok misalnya. Negara itu meningkatkan upaya untuk memantau varian yang beredar dalam populasinya.
Tiongkok telah mengumumkan rencana untuk mendapatkan 3 rumah sakit masing-masing dari 31 provinsi untuk mengurutkan secara genetik sampel virus yang dikumpulkan dari 15 pasien rawat jalan, 10 orang dengan Covid-19 parah, dan sebagian populasi yang meninggal karena Covid-19 setiap minggu.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Eropa juga telah meminta negara-negara Eropa untuk melakukan pengujian acak terhadap pelancong dari Tiongkok, dan mengurutkan virus dari semua sampel positif, sehingga varian yang muncul dapat dideteksi. Negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Australia, juga telah menerapkan langkah-langkah pengawasan bagi para pelancong dari Tiongkok.
Melacak Virus
Negara-negara terus melacak varian dengan mengurutkan proporsi infeksi yang diketahui dan membagikan urutan tersebut di repositori publik seperti GISAID. Sejumlah negara mendeteksi varian baru yang mungkin menyebabkan penyakit yang lebih parah.
Virus yang dikumpulkan dari orang dengan gangguan kekebalan, yang dapat menyimpan infeksi selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan, juga diurutkan. Infeksi yang berkepanjangan dapat menimbulkan mutasi virus yang lebih berat.
“Sebagian besar negara juga mengurutkan sampel virus yang representatif dari seluruh komunitas,” kata Vitali Sintchenko, seorang ahli mikrobiologi di University of Sydney di Australia
Dalam sebuah penelitian yang dia tulis bersama, para peneliti menyimpulkan bahwa negara-negara harus mengurutkan 0,5 persen kasus Covid-19 dan membagikan data tersebut dalam waktu 21 hari setelah pengumpulan sampel. Itu akan memberi mereka kemungkinan 34 persen untuk mendeteksi varian baru sebelum menginfeksi 100 orang.
Tantangannya, orang-orang semakin memilih untuk melakukan tes mandiri, menggunakan tes antigen cepat, atau tidak melakukan tes sama sekali. Itu berarti deteksi varian baru semakin sulit.
(jp)