Wartajakarta.id – Menjelang pukul 22.00 Wita tadi malam (13/11), The Beast pun meninggalkan area Bandara Ngurah Rai, Badung. Membawa di dalamnya Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang baru saja mendarat bersama pesawat kepresidenan Air Force One.
The Beast merupakan limusin antipeluru Cadillac One atau yang biasa dipakai presiden AS. Bali Express melaporkan, ada dua The Beast yang sudah dibawa terlebih dulu ke Bali memakai salah satu pesawat angkut terbesar di dunia, C-17 Globemaster.
Biden datang sekitar dua jam setelah rombongan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Biden datang ke KTT G20 dengan perasaan lega. Itu tak terlepas dari hasil pemilu sela di AS yang memuaskan bagi partainya, Partai Demokrat.
Demokrat berhasil menguasai 50 kursi di Senat AS, sedangkan Republik baru 49. Satu kursi lagi di Georgia masih diperebutkan. Partai Republik mungkin menang suara di House of Representative alias DPR. Tapi, kemenangannya bakal tipis. Sebelum pemilu sela berlangsung, Republik sempat diperkirakan akan berkuasa, baik di Senat maupun DPR.
Ini adalah performa pemilu sela terbaik untuk partai yang menguasai pemerintahan AS selama 20 tahun terakhir tersebut. Biasanya partai penguasa, baik itu Demokrat maupun Republik, akan mengalami kekalahan di pemilu sela. Sebab, penduduk umumnya tidak puas dengan pemerintahan yang sudah berjalan separo periode.
Kemenangan senator Catherine Cortez Masto di Nevada yang telah mengamankan kendali Demokrat atas Senat akan memberinya dorongan saat dia bertemu Presiden Tiongkok Xi Jinping hari ini di sela KTT G20. ”Saya tahu saya akan datang dengan (posisi) lebih kuat,” ujar Biden kepada para jurnalis di KTT ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, kemarin sebelum bertolak ke Bali seperti dikutip AFP.
Pertemuan Biden-Xi Jinping adalah yang pertama sejak politikus Demokrat tersebut menjabat presiden ke-46 AS pada 2021. Beberapa tahun terakhir, hubungan AS-Tiongkok kian meregang. Persaingan kedua negara kian intensif.
Beijing dan Washington tidak sepakat pada banyak isu. Mulai ketegangan di Taiwan, kebebasan navigasi di Laut China Selatan, pelanggaran HAM, perang di Ukraina, hingga program nuklir milik Korea Utara (Korut). Tiongkok merupakan sekutu utama Korut dan lebih condong memihak Rusia.
Dua pemimpin tersebut juga diperkirakan bakal membahas praktik perdagangan. Oktober lalu AS menerapkan aturan kontrol ekspor atas semikonduktor dan teknologi maju. Kebijakan tersebut membatasi kemampuan Tiongkok untuk memproduksi dan membeli cip (chip) komputer. Di era kepemimpinan mantan Presiden Donald Trump, dua negara itu juga saling perang tarif. Masalah soal tarif itu pun belum sepenuhnya usai.
Biden menyatakan bahwa dirinya dan Xi Jinping saling mengenal dengan baik dan memiliki sedikit kesalahpahaman. Mereka hanya harus mencari tahu di mana garis merah atau batasannya. ”Presiden berharap bisa menghasilkan kesepakatan di beberapa area di mana dua negara, dua presiden dan timnya, bisa bekerja secara kooperatif dalam isu-isu substantif,” tegas Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan.
Biden diperkirakan akan mendorong Xi Jinping agar mengendalikan Korut. Belakangan ini Pyongyang terus-menerus menguji coba misilnya dan menimbulkan ketegangan di Semenanjung Korea. Dia juga diperkirakan akan menguji coba senjata nuklirnya untuk kali ke-7.
Selain Korut, Rusia juga diperkirakan akan menggunakan senjata nuklir dalam perang di Ukraina. Biden dan sekutu-sekutunya di G20 ingin menegaskan kepada rezim Putin bahwa perang nuklir tidak bisa diterima.
Namun, Rusia dan Tiongkok mungkin akan memblokir pernyataan tersebut. Meski tidak memberikan dukungan secara gamblang, Tiongkok menunjukkan keengganan memutus hubungan dengan Rusia ataupun memberi AS kemenangan.
Mantan Direktur Urusan Tiongkok di Dewan Keamanan Nasional AS Ryan Hass mengatakan bahwa Xi Jinping mungkin tidak akan bermurah hati dalam pertemuannya dengan Biden. ”Dia tidak ingin dianggap memenuhi permintaan Biden, baik tentang Ukraina, penggunaan nuklir, Korea Utara, ataupun masalah lainnya,” ujar Hass seperti dikutip Agence France-Presse.
Biden tidak berencana untuk duduk dan berbicara empat mata dengan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS). Sebab, AS kecewa dengan Arab Saudi. Juli lalu Biden dan MBS bertemu. Saat itu Biden merayu Saudi untuk meningkatkan produksi minyak guna menggantikan suplai Rusia di AS dan Eropa.
Ketika Rusia menginvasi Ukraina, negara-negara Eropa berusaha memblokade pembelian minyak mentah ke Kremlin. Tapi, di saat bersamaan, mereka bergantung pada suplai dari Saudi. Namun, alih-alih menuruti Biden, dalam KTT Opec+, Saudi justru akan memangkas produksi minyaknya. Itu menjadi pukulan tersendiri bagi AS yang hingga saat ini berusaha mengendalikan harga pangan dan energi.
(jp)