Tetapi, rencana pengelolaan aset warisan itu harus diselaraskan dengan rencana pembangunan Jakarta sebagai kota global.
“Sebelum berbicara mengenai aset yang bisa dikelola mana yang tidak, harus dipahami terlebih dahulu adalah ini mau seperti apa konsep membangun Jakarta ke depannya. Karena dari situlah nanti kita bisa mempertimbangkan pengelolaan aset-aset eksisting termasuk yang warisan dari pemerintah pusat,” ujar Ismail, Jumat (13/9).
Ia membenarkan, aset peninggalan pemerintah pusat yang bisa dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta nantinya harus memberi nilai lebih bagi peningkatan pendapatan daerah.
Bila tidak dimaksimalkan, muncul kekhawatiran aset warisan pemerintah pusat justru terbengkalai.
“Saya pikir memang benar daripada itu jadi satu bangunan yang mangkrak atau menganggur, maka Pemprov DKI Jakarta sudah selayaknya melirik itu untuk dioptimalkan,” ungkap Ismail.
Meski begitu, ia mengingatkan agar pengelolaan aset warisan tersebut harus selaras dengan rencana jangka panjang pembangunan Jakarta.
Apalagi setelah tidak lagi menyandang status sebagai ibukota, maka Jakarta akan merancang arah pembangunan sebagai kota bisnis berskala global.
“Namun sekali lagi bukan sekedar menggunakan. Tapi ini tidak boleh terlepas dari grand design bagaimana kita membangun Jakarta pasca tidak lagi menjadi ibukota negara,” kata Ismail.
Seperti diketahui, status ibukota negara yang kini melekat pada Jakarta akan dilepas setelah presiden menerbitkan keputusan presiden (Kepres) sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).